Demonstran Memprotes Undang-Undang “Pengaruh Asing” di Tbilisi: Sebuah Sorotan terhadap Kebebasan Sipil

Pada 7 Maret 2023, ibu kota link alternatif trisula88 Georgia, Tbilisi, menjadi pusat protes besar yang dipicu oleh rancangan undang-undang kontroversial yang mengatur pengaruh asing di negara tersebut. Undang-undang yang dikenal dengan nama “Undang-Undang Pengaruh Asing” ini bertujuan untuk mengatur organisasi yang menerima pendanaan dari luar negeri, tetapi kebijakan ini memicu kemarahan di kalangan banyak warga Georgia yang merasa bahwa hal tersebut dapat mengancam kebebasan sipil dan memperburuk hubungan negara tersebut dengan negara-negara Barat.

Protes ini dipicu oleh anggapan bahwa undang-undang tersebut mengarah pada pembatasan kebebasan berorganisasi dan berpendapat di Georgia, serta memunculkan ketakutan akan pembatasan terhadap kelompok-kelompok oposisi yang mungkin bergantung pada dana dari negara-negara asing untuk operasional mereka. Para pengkritik undang-undang ini berpendapat bahwa undang-undang tersebut berpotensi memudarkan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan sipil yang telah diperjuangkan oleh masyarakat Georgia sejak kemerdekaan mereka dari Uni Soviet pada tahun 1991.

Penyebab Kemarahan Publik

Ketika draf undang-undang ini pertama kali diperkenalkan di parlemen Georgia, pemerintah yang dipimpin oleh Partai Georgian Dream berpendapat bahwa kebijakan ini diperlukan untuk mengatur transparansi dana asing yang masuk ke negara tersebut, serta untuk menghindari pengaruh yang tidak diinginkan dari negara-negara besar yang mungkin memanipulasi kebijakan dalam negeri Georgia. Namun, kebanyakan demonstran dan organisasi masyarakat sipil melihatnya sebagai upaya untuk memperketat kontrol terhadap organisasi-organisasi oposisi dan memperlemah kebebasan berbicara.

Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut mengingatkan pada undang-undang yang ada di Rusia, di mana langkah serupa telah digunakan untuk membatasi aktivitas kelompok-kelompok pro-demokrasi dan media yang kritis terhadap pemerintah. Para pengkritik mengklaim bahwa undang-undang ini adalah langkah menuju otoritarianisme yang akan mengekang kebebasan politik dan memisahkan Georgia dari dunia Barat, yang selama ini menjadi mitra penting bagi negara ini dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi dan militer.

Protes di Tbilisi: Ribuan Orang Turun ke Jalan

Pada hari-hari setelah pengesahan undang-undang ini, ribuan demonstran turun ke jalan-jalan Tbilisi untuk menuntut pemerintah membatalkan kebijakan tersebut. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tidak untuk Undang-Undang Pengaruh Asing” dan “Georgia untuk Eropa”. Protes yang awalnya berlangsung damai, dengan pengunjuk rasa yang menyuarakan pendapat mereka melalui seruan dan nyanyian, dengan cepat berubah menjadi kekerasan ketika aparat keamanan Georgia menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa.

Protes ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk kelompok-kelompok masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah (LSM), serta tokoh-tokoh politik oposisi. Tidak hanya warga Georgia yang terlibat dalam aksi ini, tetapi banyak kelompok internasional, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat, juga menyuarakan kekhawatiran mereka atas potensi dampak negatif dari undang-undang ini terhadap demokrasi dan hak asasi manusia di Georgia.

Respon Pemerintah dan Dampaknya terhadap Hubungan Internasional

Setelah berhari-hari terjadi ketegangan di Tbilisi, pemerintah Georgia akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan lebih lanjut mengenai undang-undang tersebut. Keputusan ini disambut dengan sorakan kemenangan dari para demonstran, tetapi banyak yang masih skeptis tentang niat pemerintah untuk benar-benar membatalkan undang-undang tersebut.

Secara internasional, protes ini telah memperburuk hubungan Georgia dengan negara-negara Barat yang telah lama mendukung transformasi demokrasi di Georgia. Uni Eropa dan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan tegas yang mengkritik draf undang-undang tersebut, menegaskan bahwa langkah tersebut bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang selama ini dipegang oleh Georgia.

Bahkan sebelum protes, banyak pengamat telah memperingatkan bahwa penerapan undang-undang semacam itu dapat membawa dampak serius terhadap hubungan Georgia dengan Eropa. Negara ini sejak lama berambisi untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, dan beberapa pihak khawatir undang-undang tersebut dapat menjadi batu sandungan yang besar bagi ambisi tersebut.

Kesimpulan

Demonstrasi yang berlangsung di Tbilisi adalah contoh nyata dari ketegangan yang terjadi antara kekuatan politik dalam negeri dan harapan masyarakat Georgia untuk mempertahankan kebebasan sipil serta pro-Eropa. Meskipun pemerintah Georgia menunda pembahasan undang-undang tersebut, masa depan kebebasan sipil di negara ini masih tergantung pada bagaimana pemerintah menanggapi tuntutan rakyat serta dampaknya terhadap hubungan internasional yang lebih luas. Protes ini juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh negara-negara pasca-soviet dalam menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan individu.

Picture of hdkdbjiii

hdkdbjiii

Leave a Replay